Kepercayaan Masyarakat Jawa Terhadap Gunung
Jumat, 23 Juli 2010
, Posted by PASMAJA at 17.39
Kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung berapi dari zaman prasejarah sampai sekarang memang masih kuat. Orang yang tinggal di daerah Gunung Merapi percaya bahwa ada Kraton Mahluk Halus di gunungnya yang mirip Kraton Mataram dalam duina manusia. Selanjutnya Kraton Mahluk Halus tersebut adalah bagian kosmologi manusia yang lebih luas termasuk Laut Selatan, Gunung Lawu dan Khayangan, Dhepih dalam dunia gaib dan Kraton Mataram di Yogyakarta dalam duina manusia. Rakyat yang tinggal di desa-desa terletak di lereng Gunung Merapi yang punya kepercayaan mengenai dunia akhirat dan roh leluhur yang pula termasuk kosmologi gaib tersebut. Ada teori dari para paranormal dan para dukun bahwa tahun ini yaitu tahun 2000 Gunung Merapi akan meletus. Maka manusia akan kena kemurkaan para mahluk halus yang mendiami Gunung Merapi karena keadaan manusia dan politik di Indonesia saat ini. Sebaliknya ada orang di daerah Tengger yang percaya bahwa Gunung Bromo didiami oleh mahluk halus serta roh leluhur yang dianggap sebagai cikal bakal manusia Tengger. Orang di beberapa desa Tengger pula punya kepercayan mengenai dunia akhirat dan termasuk Gunung Mahameru serta Gunung Bromo. Selanjutnya gunung di daerah Tengger juga berarti luas untuk orang non-Tengger yang datang ke daerahnya untuk rekreasi, upacara atau semedi. Dalam bab ini lebih dulu saya akan membandingkan dua daerah penelitian saya dengan melihat persamaan dan perbedaan diantara dua daerah tersebut. Kemudian saya akan mempertimbangkan asal-usulnya kepercayaan masyarakat terhadap gunung di Jawa.
Dari kepercayaan manusia di daerah Gunung Merapi dan daerah Tengger ada enam persamaan dalam unsur kepercayaannya. Persamaan yang pertama adalah orang di daerahnya percaya ada dunia gaib, yaitu mahluk halus, dewa-dewa dan roh leluhur. Persamaan yang kedua adalah mereka percaya bahwa gunung-gunung adalah tempat gaib. Misalnya mereka percaya bahwa Gunung Merapi mendiami oleh mahluk halus serta roh leluhur. Persamaan yang ketiga adalah bahwa kepercayaan manusia ini didasarkan dalam legenda. Di daerah Gunung Merapi ada legenda ‘Kyai Sapujagad’ dan untuk Gunung Bromo di daerah Tengger ada legenda ‘Kasada’. Persamaan yang keempat adalah akibat dari kedua legenda di atas adalah perjanjian diantara para mahluh halus dan manusia untuk memberi sesajian setiap tahun sekali. Upacara sesaji terhadap Gunung Merapi adalah upacara ‘Labuhan’ dan untuk Gunung Bromo adalah upacara ‘Kasada’. Persamaan yang kelima adalah bahwa setiap daerah punya kosmologi manusia yang menganggap gunung sebagai perlabuhan kosmologinya. Di daerah Tengger, Gunung Bromo dianggap sebagai tengah alam semesta dan selalu berada ke selatan dari desanya sedangkan Gunung Merapi sebagai unsur utara dan perlabuhan kosmologi manusianya. Persamaan yang keenam adalah kepercayan terhadap dunia akhirat yang termasuk gunungnya. Walaupun kepercayaan ini adalah kepercayaan dari minoritas dalam masyarakat, yaitu desa-desa terpisah, kepercayaannya memang masih bersama di dalam dua daerahnya.
Kepercayaan manusia di dalam kedua daerahnya memang adalah kepercayan berbeda, tetapi hanya bisa ditemukan tiga perbedaan yang pokok. Perbedaan yang pertama adalah bahwa Gunung Merapi didiami oleh suatu kraton mahluk halus sedangkan Gunung Bromo didiami oleh satu mahluk halus serta roh leluhur, yaitu ‘Dewa Kusuma’. Dewa Kusuma itu adalah hubungan diantara dunia manusia dan dunia gaib. Perbedaan yang kedua adalah fungsinya legenda di dalam dua daerahnya. Legenda ‘Kasada’ berfungsi menjelaskan asalnya cikal bakal orang Tengger sedangkan legenda ‘Kyai Sapujagad’ berfungsi menjelaskan tentang dunia gaib serta menebalkan kekuatan mistis raja dari Kerajaan Mataram. Perbedaan yang ketiga adalah kosmologi manusia di daerah Gunung Merapi tidak langsung ikut kosmologi agama Hindu seperti di dalam daerah Tengger. Walaupun berada tiga perbedaan pokok dan banyak yang kecil, kepercayaan manusia terhadap gunungnya masih bersifat yang sama lebih banyak.
Kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung di dua daerah tersebut punya banyak kesamaan sifat walaupun agama, sejarah dan adat adalah berbeda. Untuk memeriksaan sistim kepercayaan di dalam dua daerah tersebut, itu adalah perlu untuk mempertimbangkan asalnya kepercayaan manusia yang di atas. Ada tiga asalnya yang harus dipertimbangkan, yaitu unsur sejarah, unsur agama Hindu-Budha dan unsur kepercayaan animisme.
Unsur Sejarah:
Kepercayaan manusia diresmikan dengan legenda dan setiap legenda didasarkan pada sejarah. Di dalam daerah Gunung Merapi legenda ‘Kyai Sapujagad’ didasarakn dalam sejarah Kerajaan Mataram kedua dan terutama pada waktu kerajaan itu muncul dan berfungsi mengesahkan kekuatan mistis raja Mataram. Legenda ‘Kyai Sapujagad’ memperkuatkan kepemimpinan Raja Mataram karena ceritanya mengambarkan dunia manusia berkeselarasan dengan dunia alam dan gaib. Legenda Kasada dari orang Tengger pula adalah didasarkan dalam sejarah. Semua peran dalam ceritanya adalah orang Majapahit berfungsi menekankan asal orang Tengger beragama Hindu-Budah. Karena legenda-legenda di atas didasarkan dalam sejarah, unsur sejarah dapat dianggap sebagai salah satu asal-usul kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung.
Kepercayaan manusia diresmikan dengan legenda dan setiap legenda didasarkan pada sejarah. Di dalam daerah Gunung Merapi legenda ‘Kyai Sapujagad’ didasarakn dalam sejarah Kerajaan Mataram kedua dan terutama pada waktu kerajaan itu muncul dan berfungsi mengesahkan kekuatan mistis raja Mataram. Legenda ‘Kyai Sapujagad’ memperkuatkan kepemimpinan Raja Mataram karena ceritanya mengambarkan dunia manusia berkeselarasan dengan dunia alam dan gaib. Legenda Kasada dari orang Tengger pula adalah didasarkan dalam sejarah. Semua peran dalam ceritanya adalah orang Majapahit berfungsi menekankan asal orang Tengger beragama Hindu-Budah. Karena legenda-legenda di atas didasarkan dalam sejarah, unsur sejarah dapat dianggap sebagai salah satu asal-usul kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung.
Unsur Agama Hindu-Budha:
Agama Hindu-Budha menguasai pulau Jawa selama delapan abad dan agama itu memang pengaruhi kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung. Di dua daerah tersebut orang percaya bahwa gunung didiami oleh mahluk halus, dewa-dewa atau roh leluhur. Kepercayaan manusia ini sesuai dengan kepercayaan dalam agama Hindu tentang Gunung Meru. Gunung Meru menurut orang beragama Hindu adalah rumahnya para dewa-dewa dan berada sebagai hubungan diantara bumi (manusia) dan Kayangan. Tempat Bergunung-gunung sepanjang sejarah agama itu dipakai sebagai tempat semedi. Simbolisme agama Hindu dalam kepercayaan manusai Jawa memang kuat sekali. Misalnya nama Gunung Merapi serta Gunung Mahameru diambil langsung dari nama Gunung Meru dalam agama Hindu. Selanjutnya nama Gunung Bromo dipercayai diambil dari dewa yang dihormati di daerahnya, yaitu dewa Brama. Pula Laut Pasir diletak keliling Gunung Bromo bereferensi dalam ayat wejangan Jawa kuno bernama ‘Prastha Nikaparwa’, sebagai tempat yang harus dilewati oleh para Pandavas dan berada Gunung Meru di horizon. Kraton Mahluk Halus Merapi sebagai kerajaan gaib memang juga sesuai dengan konsep Gunung Meru.
Selain konsep tentang Gunung Meru di dalam daerah Gunung Merapi serta Daerah Tengger manusia percaya pada kosmologi didasarkan dalam lima unsur. Lima unsur tersebut termasuk posisi tengah bersama empat mata angin. Menurut agama Hindu berada dewa Siva di tengah, dewa Iswara ke timur, dewa Brama ke selatan, dewa Mahadewa ke barat dan dewa Visnu ke utara. Mengenai kosmologi manusia di daerah Gunung Merapi juga berunsur lima, yaitu Kraton Mataram Yogyakarta di tengah, Kraton Mahluk Halus Merapi ke utara, Kraton Mahluk Halus Laut Selatan ke selatan, Gunung Lawu ke timur dan Khayangan, Dhepih ke barat. Kosmologi manusia Tengger berhubungan lasgsung dengan kosmologi agama Hindu di atas.
Unsur Kepercayaan Animisme:
Seluruh kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung berunsur kepercayaan animisme dari zaman prasejarah sampai sekarang, termasuk kepercayaan tentang mahluk halus, roh leluhur yang mendiami macam-macam tempat adalah kepercayaan animisme. Di daerah Tengger orangnya percaya bahwa Gunung Bromo didiami oleh roh leluhur bernama ‘Dewa Kusuma’ dan dia adalah penengah diantara dunia manusia dan dunia gaib. Di daerah Gunung Merapi didiami oleh kerajaan mahluk halus. Penduduk di daerah keduanya punya kepercayaan tentang dunia akhirat. Mereka percaya waktu manusia meninggal dunia jiwanya menjadi roh leluhur setelah empat puluh hari. Kemudian roh leluhur itu akan mendiami sesuatu tempat menurut kepercayaan masyarakat setempat. Banyak orang Jawa percaya bahwa hantu-hantu yang menganggu manusia dan mendiami tempat-tempat yang lain. Semua kepercayaan di atas berasal dari kepercayaan animisme dan berunsur kepercayaan manusia Jawa terhadap gunung.
Antara percaya dan tidak percaya, maka kita harus percaya tentang keberadaan makhluk halus dan ghaib itu sendiri. Karena memang di dunia ini kita manusia diciptakan berdampingan dengan mereka. Jadi kita harus bisa menghormati dan menghargai apa yang ada serta mengikuti aturan yang berlaku. Buat para pendaki gunung, berhati-hatilah bila kita mendaki di gunung manapun. Jagalah apa yang menjadi aturan disana. Istilahnya dimana bumi dipijak, disitu langit dijunjung. Karena kita sebagai manusia, diciptakan bukan untuk merusak tapi untuk memperindah dan merawat apa yang telah dikaruniakan kepada kita semua.
salam Pasmaja
diambil dan di edit dari berbagai sumber.
-pasmaja 269-
Isnan Adhiguna
Currently have 0 comments: